BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Anemia
merupakan kekurangan zat besi yang biasa diderita oleh wanita hamil pada
dasarnya anemia merupakan masalah rasional dan berpengaruh sangat besar
terhadap kualitas sumber daya manusia.
Menurut
WHO kejadian anemia hamil berkisar antara 20%-89% dengan menetapkan Hb 11 gr%
sebagai dasarnya. Angka anemia kehamilan di Indonesia menunjukkan nilai yang
cukup tinggi. How Swie Tjioeng menemukan angka anemia kehamilan 3,8% pada
trimester I, 13,6% pada trimester II, dan 24,8% pada trimester III. Akrib
Sukarman menemukan sebesar 40,1% di Bogor. Bakta menemukan 50,7% di Puskesmas
kota Denpasar sedangkan Sindu menemukan 70% ibu hamil di Indonesia menderita
anemia kurang gizi.
Selain
itu didaerah pedesaan banyak dijumpai ibu hamil dengan malnutrisi atau
kekurangan gizi; kehamilan dan persalinan dengan jarak yang berdekatan; dan ibu
hamil dengan pendidikan dan tingkat sosial ekonomi rendah.
B. Rumusan
Masalah
·
Apa
Pengertian Anemia Pada ibu hamil ?
·
Penyebab
Anemia Pada Ibu Hamil ?
·
Bagaiman
proses terjadinya anemia pada ibu hamil?
C. Tujuan
dan Manfaat
·
Untuk
mengtahui pengertian anemia pada ibu hamil
·
Mengetahui
penyebab anemia pada ibu hamil
·
Dan
mengetahui bagaimana proses terjadinya anemia pada ibu hamil
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Anemia
pada kehamilan adalah anemia karena kekurangan zat besi, jenis anemia yang
pengobatannya relatif mudah, bahkan murah. Anemia pada kehamilan merupakan
masalah nasional karena mencerminkan nilai kesejahteraan sosial ekonomi
masyarakat, dan pengaruhnya sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia.
Anemia
hamil disebut ” potential danger to matter and child (potensial membahayangkan
ibu dan anak) ”, karena itulah anemia memerlukan perhatian khusus dari semua
pihak yang terkait dalam pelayanan kesehatan pada lini terdepan.
Baik di negara maju maupun di negara berkembang,
seseorang disebut menderita anemia bila kadar Hemoglobin (Hb) kurang dari 10 gr
%, disebut anemia berat atau bila kurang dari 6 gr %, disebut anemia gravis. Anemia pada Ibu Hamil
merupakan suatu kondisi ibu hamil dengan kadar haemoglobin dibawah 11 gr %
terutama pada trimester I dan trimester ke III atau kadar Hb
Wanita
tidak hamil mempunyai nilai normal hemoglobin 12 – 15 gr % dan hematokrit 35-54
%, angka – angka tersebut juga berlaku untuk wanita hamil, terutama wanita yang
mendapat pengawasan selama hamil. Oleh karena itu, pemeriksaan hematokrit dan
hemogloblin harus menjadi pemeriksaan darah rutin selama pengawasan antenatal.
Sebaiknya pemerintahan dilakukan setiap 3 bulan atau paling sedikit 1 kali pada
pemeriksaan pertama atau pada triwulan pertama dan sekali lagi pada triwulan
akhir.
1.1 Penyebab Anemia Pada Ibu
Hamil
Penyebab Anemia Pada Ibu
Hamil adalah meningkatnya jumlah kebutuhan zat besi guna pertumbuhan janin bayi
yang dikandungnya. Jika sang ibu mengalami kondisi di bawah ini maka akan
menyebabkan anemia.
Kurangnya asupan zat
besi yang dibutuhkan pada makanan yang dikonsumsi oleh sang ibu. Pola makan
sang ibu yang cenderung terganggu akibat mual yang dirasakan selama masa
kehamilan
Adanya kecenderungan
rendahnya cadangan zat besi (Fe) pada sang ibu yang diakibatkan oleh persalinan
sebelumnya maupun menstruasi.
1.2 Gejala Umum yang
Dirasakan Penderita Anemia
Gejala Umum Yang Dirasakan Penderita Anemia adalah Pucat lemah,
letih, pusing, kurang nafsu makan, menurunnya kebugaran tubuh dan gangguan
dalam proses penyembuhan luka.
1.3 Dampak Anemia
Dampak Anemia oleh ibu hamil yaitu Abortus, lahir prematur,
lamanya waktu partus yang dikarena kurangnya daya dorong rahim, pendarahan post
– partum, rentan terhadap infeksi, rawan dekompensasi cordis pada penderita
dengan Hemoglobin kurang dari 4 g – persen.
Hipoksia merupakan akibat dari anemia yang dapat menyebabkan
shock, dalam keadaan yang lebih parah dapat menyebabkan kematian ibu pada saat
persalinan, sekalipun tak disertai pendarahan. Kematian bayi serta cacat
bawaan.
1.4 Penanganan Anemia Pada
Ibu Hamil
Anemia Pada Ibu Hamil
Selain menggunakan terapi obat juga dapat dilakukan dengan terapi diet. Guna
memenuhi asupan zat besi, tingkatkanlah memakan makanan yang kaya akan zat besi
(Fe) contohnya yaitu, makanan hewani, kacang-kacangan, dan sayuran yang
memiliki warna hijau tua.
Defisiensi besi bukanlah
satu-satunya penyebab anemia pada ibu hamil, tetapi jika prevalensi anemia
tinggi, defisiensi besi seringkali dianggap penyebab yang paling dominan.
Pertimbangan akan menyebabkan suplementasi tablet besi folat yang selama ini
dianggap sebagai cara yang paling bermanfaat dalam mengatasi penyakit anemia.
Anemia dapat disembuhkan
dengan mengkonsumsi tablet besi ataupun Tablet Tambah Darah (TTD). Ibu hamil
pada umumnya diberikan dosis sebanyak satu tablet setiap hari berturut-turut
selama 90 hari saat masa-masa kehamilan.
TTD tersebut mengandung
200 mg ferrosulfat, yang mana hal tersebut setara dengan 60 miligram besi
elemental dan 0.25 mg asam folat. Dalam beberapa kasus, pemberian preparat besi
ini mempunyai efek samping. Efek samping tersebut diantaranya berupa mual,
nyeri lambung, muntah, diare, serta kesulit buang air besar. Untuk mencegah
efek samping tersebut terjadi dianjurkan mengkonsumsi TTD setelah makan saat
malam hari.
1.5 Penyebab
anemia umumnya adalah :
1.
Kurang
gizi ( malnutrisi )
2.
Kurang
zat besi dalam diet
3.
Malabsorpsi
4.
Kehilangan
daerah yang banyak : persalinan yang lalu, haid, dll
5.
Penyakit-penyakit
kronik : tbc, paru, cacing usus, malaria, dll
Dalam kehamilan,
jumlah darah bertambah ( hiperemia / hipervolumia )karena itu terjadi
pengenceran darah karena sel-sel darah tidak sebanding pertambahannya dengan
plasma darah. Perbandingan tersebut adalah :
a.
Plasma
darah bertambah : 30%
b.
Sel-sel
darah bertambah : 18%
c.
Hemoglobin
bertambah : 19%
Secara fisiologis,
pengeceran darah ini adalah untuk membantu meringankan kerja jantung.
1.6 Bentuk-bentuk Anemia
- Anemia defresiasi besi (62,3%)
Anemia jenis ini
biasanya berbentuk normositik dan hipokromik serta banyak dijumpai. Penyebabnya
sebagai penyebab anemia umumya.
Pengobatan :
Keperluan zat besi
untuk wanita hamil, non-hamil dan dalam laktasi yang dianjurkan adalah :
FNB
Amerika Serikat (1958) : 12 mg-15mg-15mg
LIPI
Indonesia (1968) : 12mg-17mg-17mg
Kemasan zat besi
dapat diberikan peroral atau parenteral
Peroral
: sulfas ferasus ata glukonas ferosus denan dosis 3-5x0,20 mg
Parenteral
: diberikan bila ibu hamil tidak tahan pemberian peroral atau absorbsi di saluran pencernaan kurang
baik, kemasan diberikan secara intramuskuler atan intravera. Kemasan ini antara
: imferon, jectofer dan ferrigen.
Hasil lebih cepat
dari pada peroral.
- Anamia Megaloblastik biasanya berbentuk makrositik atau pernisiosa
penyebab:
Kekurangan
asam folik
Kekurangan
Vit B12
Malnutrisi
dan infeksi yang kronit
Pengobatan
Asam
Folik 15 – 30 mg per hari
Vit
B12 3x1 tablet per hari
Sulfas
Ferosus 3x1 tablet per hari
Pada
kasus berat dan pengobatan per oral hasilnya lamban maka dapat diberikan
tanfusi darah.
- Anemia hipoplasti (8,0%)
Disebabkan oleh
hipofungsi sumsum tulang belakang, membentuk sel-sel darah merah baru. Untuk
diagnosis diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan :
Darah
tepi lengkap
Pemeriksaan
fungsi sternal
Pemeriksaan
retikulosh
Penyebab belum diketahui
pasti, kecuali yang disebabkan oleh infeksi berat (sepsis), keracunan, dan
sinar rontgen atau sinar radiasi
Pengobatan
:
Terapi dengan
obat-obatan tidak memuaskan mungkin pengobatan yang paling balik yaitu
transfusi darah yang yang perlu sering diulang.
- Anemia Hemolitik ( sel sickle )(0,7%)
Disebabkan
penghancuran / pemecahan sel darah merah yang lebih cepat dari pembuatannya.
Ini dapat
disebabkan oleh :
a)
faktor
intrakorpuskoler : dijumpai pada anemia hemolitik, heriditer, talasemia, anemia
sel sitkle (sabit), hemoglobinopati C,D,G,H,I dan paraksimal noktural
hemoglobinuria.
b)
Faktor
ekstrakorpuskoler : disebabkan malaria, sepsis, keracunan zat logam dan dapat
beserta obat-obatan : leukimia, penyakit hodgkin,dll.
Gejala utama :
Anemia
dengan kelainan-kelainan gambaran darah
Kelelahan
dan kelemahan
Gejala
komplikasi bila terjadi kelainan pada organ-organ vital
Pengobatan
Bergantung pada
jenis anemia hemolitik serta penyebabnya, bila disebabkan oleh infeksinya
diberantas dan diberikan obat-obatan penambah darah. Namun pada beberapa jenis
obat-obatan, hal ini tidak memberi hasil. Maka transfusi darah yang berulang
dapat membantu penderita.
B. Pengaruh
Anemia pada Kehamilan
- Pengaruh anemia terhadap kehamilan
a.
Bahaya
selama kehamilan
·
Dapat
terjadi abortus
·
Persalinan
prematuritas
·
Hambatan
tumbuh kembang janin dalam rahim
·
Mudah
terjadi infeksi
·
Ancaman
dekoinpensasi kordis (Hb < 6 gr%)
·
Mola
Hidatidosa
·
Hiperemesis
Gravidarum
·
Pendarahan
antepartum
·
Ketuban
pecah dini ( KPO )
a.
Bahaya
saat persalinan
·
Gangguan
his – kekuatan mengejan
·
Kala
pertama dapat berlangsung lama, dan terjadi portus terlantai
·
Kala
kedua berlangsung lama sehingga dapat melelehkan dan sering memerlukan tindakan
operasi kebidanan.
·
Kala
uri dapat diikuti retensio plasenta, dan pendarahan postpartum karena atonia
uteri
·
Kala
keempat dapat terjadi pendarahan post partum sekunder dan atonia uteri
c.
Pada
Kala nifas
·
Terjadi
subinvolusi uteri menimbulkan pendarahan post partum
·
Memudahkan
infeksi puerpertum
·
Pengeluaran
ASI berkurang
·
Terjadinya
dekompensasi kordis mendadak setelah persalinan
·
Anemia
kala nifas
·
Mudah
terjadi infeksi mainmae
- Bahaya terhadap janin
Akibat anemia dapat
terjadi gangguan dalam bentuk :
·
Abortus
·
Terjadi
kematian intro uterin
·
Persalinan
prematuritas tinggi
·
Berat
badan lahir rendah
·
Dapat
terjadi cacat bawaan
·
Bayi
mudah mendapat infeksi sampai kematian perinantal
·
Intelegensi
lemah
Gambaran Status Anemia Pada Ibu Hamil
Nilai ambang batas yang digunakan untuk
menentukan status anemia ibu hamil, didasarkan pada criteria WHO yaitu 11
gr/dl. Berdasarkan hasil pemeriksaan darah ternyata rata-rata kadar hemoglobin
ibu hamil adalah sebesar 11.28 mg/dl 1.18, kadar hemoglobin terendah 7.63
mg/dl dan tertinggi 14.00 mg/dl.
Gambaran Faktor Risiko Kejadian Anemia
Rata-rata umur ibu hamil adalah 27-72 tahun,
bervariasi dengan usia minimum 17 tahun dan usia maksimum 45 tahun. Sebagian
besar ibu hamil berusia antara 20 tahun hingga 35 tahun yaitu sebesar 80%.
Sebagian besar frekuensi persalinan ibu hamil >2 kali sebanyak 75%.
Rata-rata jarak kehamilan ibu hamil adalah selama 2-15 th , bervariasi dengan
jarak kehamilan terendah selama 1 tahun dan jarak kehamilan tertinggi selama 10
tahun. Rata-rata kepatuhan menkonsumsi tablet Fe pada ibu hamil adalah sebesar
2.65, bervariasi dengan nilai terendah 0 tahun yaitu tidak menkonsumi tablet Fe
dan nilai tertinggi 5 (lebih dari nilai median). Sebagian besar ibu hamil
menkonsumsi tablet Fe secara patuh yaitu sebanyak 81%.
Hubungan Antar Faktor Risiko dengan Kejadian
Anemia
Hubungan Umur Ibu dengan Kejadian Anemia
Wanita yang berumur kurang dari 20 tahun atau
lebih dari 35 tahun, mempunyai risiko yang tinggi untuk hamil. Karena akan
membahayakan kesehatan dan keselamatan ibu hamil maupun janinnya, berisiko
mengalami pendarahan dan dapat menyebabkan ibu mengalami anemia.Wintrobe (1987)
menyatakan bahwa usia ibu dapat mempengaruhi timbulnya anemia, yaitu semakin
rendah usia ibu hamil maka semakin rendah kadar hemoglobinnya. Muhilal et al
(1991) dalam penelitiannya menyatakan bahwa terdapat kecendrungan semakin tua
umur ibu hamil maka presentasi anemia semakin besar. Pada penelitian ini belum
menunjukkan adanya kecendrungan semakin tua umur ibu hamil maka kejadian anemia
semakin besar. Karena 80% ibu hamil berusia tidak berisiko yaitu antara 20
tahun hingga 35 tahun. Hal ini juga dibuktikan dari hasil uji statistik
menunjukkan hubungan yang tidak bermakna antara usia ibu hamil dengan kejadian
anemia (p > 0.05).
Hubungan Paritas dengan Kejadian Anemia
Pada penelitian ini menunjukkan adanya
kecendrungan bahwa semakin banyak jumlah kelahiran (paritas), maka akan semakin
tinggi angka kejadian anemia. Walaupun secara uji statistic tidak bermakna (p
> 0.05). Bila dilihat nilai Odds Rasio yaitu sebesar 1.454 dengan 95% CI
0.567-3.726. Artinya ibu hamil dengan paritas tinggi mempunyai risiko 1.454
kali lebih besar untuk mengalami anemia dibanding yang paritas rendah.
Hubungan Jarak Kehamilan dengan Kejadian Anemia
Salah satu penyebab yang dapat mempercepat
terjadinya anemia pada wanita adalah jarak kelahiran pendek. Menurut Kramer (1987)
hal ini disebabkan kekurangan nutrisi yang merupakan mekanisme biologis dan
pemulihan factor hormonal. Pada penelitian ini tidak menunjukkan adanya
kecendrungan bahwa semakin dekat jarak kehamilan, maka akan semakin tinggi
angka kejadian anemia. Hal ini secara uji statistik juga tidak bermakna (p >
0.05).
Hubungan Pengetahuan Kesehatan Reproduksi dengan
Kejadian Anemia
Pengetahuan kesehatan reproduksi menyangkut
pemahaman tentang pentingnya pemeriksaan kehamilan, penyuluhan, tanda dan cara
mengatasi anemia pada ibu hamil diharapkan dapat mencegah ibu hamil dari
anemia. Pada penelitian ini tidak menunjukkan adanya kecendrungan bahwa semakin
rendah pengetahuan kesehatan reproduksi, maka akan semakin tinggi angka
kejadian anemia. Hal ini secara uji statistik juga tidak bermakna (p >
0.05).
Hubungan Frekuensi Antenatal Care dengan
Kejadian Anemia
Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan
yang dilakukan oleh tenaga professional yaitu Dr Ginekolog dan Bidan serta
memenuhi syarat 5 T (TB, BB, Tekanan darah, Tinggi Fundus, TT, Tablet Fe) Pada
penelitian ini tidak menunjukkan adanya kecendrungan bahwa semakin rendah
frekuensi antenatal care , maka akan semakin tinggi angka kejadian anemia. Hal
ini secara uji statistik juga tidak bermakna (p > 0.05)
Hubungan Kepatuhan Konsumsi Tablet Fe dengan
Kejadian Anemia
Kepatuhan menkonsumsi tablet Fe diukur dari
ketepatan jumlah tablet yang dikonsumsi, ketepatan cara menkonsumsi tablet Fe,
frekuensi konsumsi perhari. Suplementasi besi atau pemberian tablet Fe
merupakan salah satu upaya penting dalam mencegah dan menanggulangi anemia,
khususnya anemia kekurangan besi. Suplementasi besi merupakan cara efektif
karena kandungan besinya yang dilengkapi asam folat yang sekaligus dapat
mencegah anemia karena kekurangan asam folat.
Pada penelitian ini menunjukkan adanya
kecendrungan bahwa semakin kurang patuh, maka akan semakin tinggi angka
kejadian anemia. Walaupun secara uji statistic tidak bermakna (p > 0.05) .
Bila dilihat nilai Odds Rasio yaitu sebesar 2.429 dengan 95% CI 836-7.052.
Artinya ibu hamil yang kurang patuh konsumsi tablet Fe mempunyai risiko 2.429
kali lebih besar untuk mengalami anemia dibanding yang patuh konsumsi tablet Fe
Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Anemia
Gizi seimbang adalah pola konsumsi makan sehari-hari
yang sesuai dengan kebutuhan gizi setiap individu untuk hidup sehat dan
produktif. Agar sasaran keseimbangan gizi dapat dicapai, maka setiap orang
harus menkonsumsi minimal 1 jenis bahan makanan dari tiap golongan bahan
makanan yaitu KH, protein hewani dan nabati, sayuran, buah dan susu. (Kodyat,
1995).
Pada penelitian ini menunjukkan adanya
kecendrungan bahwa semakin kurang baik pola makan, maka akan semakin tinggi
angka kejadian anemia. Hasil uji statistic juga menunjukkan kebermaknaan (p
> 0.05).
EFEK
ANEMIA PADA IBU HAMIL, BERSALIN DAN NIFAS
Anemia dapat terjadi pada setiap ibu hamil,
karena itulah kejadian ini harus selalu diwaspadai. Anemia yang terjadi saat
ibu hamil Trimester I akan dapat mengakibatkan: Abortus, Missed Abortus dan
kelainan kongenital. Anemia pada kehamilan trimester II dapat menyebabkan:
Persalinan prematur, perdarahan antepartum, gangguan pertumbuhan janin dalam
rahim, asfiksia aintrauterin sampai kematian, BBLR, gestosis dan mudah terkena
infeksi, IQ rendah dan bahkan bisa mengakibatkan kematian. Saat inpartu, anemia
dapat menimbulkan gangguan his baik primer maupun sekunder, janin akan lahir
dengan anemia, dan persalinan dengan tindakan yang disebabkan karena ibu cepat
lelah. Saat post partum anemia dapat menyebabkan: tonia uteri, rtensio
placenta, pelukaan sukar sembuh, mudah terjadi febris puerpuralis dan gangguan
involusio uteri.
Hubungan Antar Faktor Risiko dengan Kejadian Anemia
Hubungan Umur Ibu dengan Kejadian Anemia
Wanita yang berumur kurang dari 20 tahun atau
lebih dari 35 tahun, mempunyai risiko yang tinggi untuk hamil. Karena akan
membahayakan kesehatan dan keselamatan ibu hamil maupun janinnya, berisiko
mengalami pendarahan dan dapat menyebabkan ibu mengalami anemia.Wintrobe (1987)
menyatakan bahwa usia ibu dapat mempengaruhi timbulnya anemia, yaitu semakin
rendah usia ibu hamil maka semakin rendah kadar hemoglobinnya. Muhilal et al
(1991) dalam penelitiannya menyatakan bahwa terdapat kecendrungan semakin tua
umur ibu hamil maka presentasi anemia semakin besar. Pada penelitian ini belum
menunjukkan adanya kecendrungan semakin tua umur ibu hamil maka kejadian anemia
semakin besar. Karena 80% ibu hamil berusia tidak berisiko yaitu antara 20
tahun hingga 35 tahun. Hal ini juga dibuktikan dari hasil uji statistik menunjukkan
hubungan yang tidak bermakna antara usia ibu hamil dengan kejadian anemia (p
> 0.05).
Hubungan Paritas dengan Kejadian Anemia
Pada penelitian ini menunjukkan adanya
kecendrungan bahwa semakin banyak jumlah kelahiran (paritas), maka akan semakin
tinggi angka kejadian anemia. Walaupun secara uji statistic tidak bermakna (p
> 0.05). Bila dilihat nilai Odds Rasio yaitu sebesar 1.454 dengan 95% CI
0.567-3.726. Artinya ibu hamil dengan paritas tinggi mempunyai risiko 1.454
kali lebih besar untuk mengalami anemia dibanding yang paritas rendah.
Hubungan Jarak Kehamilan dengan Kejadian Anemia
Salah satu penyebab yang dapat mempercepat
terjadinya anemia pada wanita adalah jarak kelahiran pendek. Menurut Kramer
(1987) hal ini disebabkan kekurangan nutrisi yang merupakan mekanisme biologis
dan pemulihan factor hormonal. Pada penelitian ini tidak menunjukkan adanya
kecendrungan bahwa semakin dekat jarak kehamilan, maka akan semakin tinggi
angka kejadian anemia. Hal ini secara uji statistik juga tidak bermakna (p >
0.05).
Hubungan Pengetahuan Kesehatan Reproduksi dengan Kejadian Anemia
Pengetahuan kesehatan reproduksi menyangkut
pemahaman tentang pentingnya pemeriksaan kehamilan, penyuluhan, tanda dan cara
mengatasi anemia pada ibu hamil diharapkan dapat mencegah ibu hamil dari
anemia. Pada penelitian ini tidak menunjukkan adanya kecendrungan bahwa semakin
rendah pengetahuan kesehatan reproduksi, maka akan semakin tinggi angka
kejadian anemia. Hal ini secara uji statistik juga tidak bermakna (p >
0.05).
Hubungan Frekuensi Antenatal Care dengan Kejadian Anemia
Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan
yang dilakukan oleh tenaga professional yaitu Dr Ginekolog dan Bidan serta
memenuhi syarat 5 T (TB, BB, Tekanan darah, Tinggi Fundus, TT, Tablet Fe) Pada
penelitian ini tidak menunjukkan adanya kecendrungan bahwa semakin rendah
frekuensi antenatal care , maka akan semakin tinggi angka kejadian anemia. Hal
ini secara uji statistik juga tidak bermakna (p > 0.05)
Hubungan Kepatuhan Konsumsi Tablet Fe dengan Kejadian Anemia
Kepatuhan menkonsumsi tablet Fe diukur dari
ketepatan jumlah tablet yang dikonsumsi, ketepatan cara menkonsumsi tablet Fe,
frekuensi konsumsi perhari. Suplementasi besi atau pemberian tablet Fe
merupakan salah satu upaya penting dalam mencegah dan menanggulangi anemia,
khususnya anemia kekurangan besi. Suplementasi besi merupakan cara efektif
karena kandungan besinya yang dilengkapi asam folat yang sekaligus dapat
mencegah anemia karena kekurangan asam folat.
Pada penelitian ini menunjukkan adanya kecendrungan
bahwa semakin kurang patuh, maka akan semakin tinggi angka kejadian anemia.
Walaupun secara uji statistic tidak bermakna (p > 0.05) . Bila dilihat nilai
Odds Rasio yaitu sebesar 2.429 dengan 95% CI 836-7.052. Artinya ibu hamil yang
kurang patuh konsumsi tablet Fe mempunyai risiko 2.429 kali lebih besar untuk
mengalami anemia dibanding yang patuh konsumsi tablet Fe
Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Anemia
Gizi seimbang adalah pola konsumsi makan
sehari-hari yang sesuai dengan kebutuhan gizi setiap individu untuk hidup sehat
dan produktif. Agar sasaran keseimbangan gizi dapat dicapai, maka setiap orang
harus menkonsumsi minimal 1 jenis bahan makanan dari tiap golongan bahan
makanan yaitu KH, protein hewani dan nabati, sayuran, buah dan susu. (Kodyat, 1995).
Pada penelitian ini menunjukkan adanya
kecendrungan bahwa semakin kurang baik pola makan, maka akan semakin tinggi
angka kejadian anemia. Hasil uji statistic juga menunjukkan kebermaknaan (p
> 0.05).
PATOFISIOLOGI ANEMIA PADA KEHAMILAN
Perubahan hematologi
sehubungan dengan kehamilan adalah oleh karena perubahan sirkulasi yang makin
meningkat terhadap plasenta dari pertumbuhan payudara. Volume plasma meningkat
45-65% dimulai pada trimester ke II kehamilan, dan maksimum terjadi pada bulan
ke 9 dan meningkatnya sekitar 1000 ml, menurun sedikit menjelang aterem serta
kembali normal 3 bulan setelah partus. Stimulasi yang meningkatkan volume
plasma seperti laktogen plasenta, yang menyebabkan peningkatan sekresi
aldesteron.
ETIOLOGI ANEMIA PADA KEHAMILAN
Etiologi anemia defisiensi
besi pada kehamilan, yaitu:
a. Hipervolemia, menyebabkan terjadinya pengenceran darah.
b. Pertambahan darah tidak sebanding dengan pertambahan plasma.
c. Kurangnya zat besi dalam makanan.
d. Kebutuhan zat besi meningkat.
e. Gangguan pencernaan dan absorbsi.
GEJALA KLINIS
Wintrobe mengemukakan
bahwa manifestasi klinis dari anemia defisiensi besi sangat bervariasi, bisa
hampir tanpa gejala, bisa juga gejala-gejala penyakit dasarnya yang menonjol,
ataupun bisa ditemukan gejala anemia bersama-sama dengan gejala penyakit
dasarnya. Gejala-gejala dapat berupa kepala pusing, palpitasi,
berkunang-kunang, perubahan jaringan epitel kuku, gangguan sistem
neurumuskular, lesu, lemah, lelah, disphagia dan pembesaran kelenjar limpa.
Pada umumnya sudah disepakati bahwa bila kadar hemoglobin < 7 gr/dl maka
gejala-gejala dan tanda-tanda anemia akan jelas.
DERAJAT ANEMIA
Nilai ambang batas yang
digunakan untuk menentukan status anemia ibu hamil, didasarkan pada criteria
WHO tahun 1972 yang ditetapkan dalam 3 kategori, yaitu normal (≥11 gr/dl),
anemia ringan (8-11 g/dl), dan anemia berat (kurang dari 8 g/dl). Berdasarkan
hasil pemeriksaan darah ternyata rata-rata kadar hemoglobin ibu hamil adalah
sebesar 11.28 mg/dl, kadar hemoglobin terendah 7.63 mg/dl dan tertinggi 14.00
mg/dl.
Klasifikasi anemia yang
lain adalah :
a. Hb 11 gr% : Tidak anemia
b. Hb 9-10 gr% : Anemia ringan
c. Hb 7 – 8 gr%: Anemia sedang
d. Hb < 7 gr% : Anemia berat.
DAMPAK ANEMIA DEFISIENSI ZAT BESI PADA KEHAMILAN
Anemia juga menyebabkan
rendahnya kemampuan jasmani karena sel-sel tubuh tidak cukup mendapat pasokan
oksigen. Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada
kehamilan dan persalinan. Risiko kematian maternal, angka prematuritas, berat
badan bayi lahir rendah, dan angka kematian perinatal meningkat. Di samping
itu, perdarahan antepartum dan postpartum lebih sering dijumpai pada wanita
yang anemis dan lebih sering berakibat fatal, sebab wanita yang anemis tidak
dapat mentolerir kehilangan darah.
Dampak anemia pada
kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga terjadinya gangguan
kelangsungan kehamilan abortus, partus imatur/prematur), gangguan proses
persalinan (inertia, atonia, partus lama, perdarahan atonis), gangguan pada
masa nifas (subinvolusi rahim, daya tahan terhadap infek¬si dan stress kurang,
produksi ASI rendah), dan gangguan pada janin (abortus, dismaturitas,
mikrosomi, BBLR, kematian peri¬natal, dan lain-lain)
PENGOBATAN ANEMIA
Pengobatan anemia
biasanya dengan pemberian tambahan zat besi. Sebagian besar tablet zat besi
mengandung ferosulfat, besi glukonat atau suatu polisakarida. Tablet besi akan
diserap dengan maksimal jika diminum 30 menit sebelum makan. Biasanya cukup
diberikan 1 tablet/hari, kadang diperlukan 2 tablet. Kemampuan usus untuk
menyerap zat besi adalah terbatas, karena itu pemberian zat besi dalam dosis
yang lebih besar adalah sia-sia dan kemungkinan akan menyebabkan gangguan
pencernaan dan sembelit. Zat besi hampir selalu menyebabkan tinja menjadi berwarna
hitam, dan ini adalah efek samping yang normal dan tidak berbahaya
PENCEGAHAN ANEMIA
Anemia dapat dicegah
dengan mengonsumsi makanan bergizi seimbang dengan asupan zat besi yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Zat besi dapat diperoleh dengan cara
mengonsumsi daging (terutama daging merah) seperti sapi. Zat besi juga dapat
ditemukan pada sayuran berwarna hijau gelap seperti bayam dan kangkung, buncis,
kacang polong, serta kacang-kacangan. Perlu diperhatikan bahwa zat besi yang
terdapat pada daging lebih mudah diserap tubuh daripada zat besi pada sayuran
atau pada makanan olahan seperti sereal yang diperkuat dengan zat besi.
Anemia juga bisa dicegah
dengan mengatur jarak kehamilan atau kelahiran bayi. Makin sering seorang
wanita mengalami kehamilan dan melahirkan, akan makin banyak kehilangan zat
besi dan menjadi makin anemis. Jika persediaan cadangan Fe minimal, maka setiap
kehamilan akan menguras persediaan Fe tubuh dan akhirnya menimbulkan anemia
pada kehamilan berikutnya. Oleh karena itu, perlu diupayakan agar jarak antar
kehamilan tidak terlalu pendek, minimal lebih dari 2 tahun.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Rata-rata kadar hemoglobin ibu adalah sebesar
11.28 1.18 mg/dl dan proporsi ibu hamil yang tenderita anemia sebesar 42%,
2.
Ada hubungan antara pola makan ibu hamil dengan
kejadian anemia,
3.
Ibu hamil yang jumlah persalinan banyak
mempunyai proporsi kejadian anemia sebesar 52%,
4.
Ibu hamil yang kurang patuh menkonsumsi tablet
Fe mempunyai proporsi kejadian anemia sebesar 58.8%,
5.
Tidak ada hubungan antara umur, jarak kehamilan,
frekuensi ANC, pengetahuan kesehatan reproduksi ibu hamil dengan kejadian
anemia.
Simpulan
Kejadian anemia pada ibu hamil harus selalu diwaspadai mengingat anemia dapat meningkatkan risiko kematian ibu, angka prematuritas, BBLR dan angka kematian bayi. Untuk mengenali kejadian anemia pada kehamilan, seorang ibu harus mengetahui gejala anemia pada ibu hamil, yaitu cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang, malaise, lidah luka, nafsu makan turun (anoreksia), konsentrasi hilang, napas pendek (pada anemia parah) dan keluhan mual muntah lebih hebat pada kehamilan muda.
Kejadian anemia pada ibu hamil harus selalu diwaspadai mengingat anemia dapat meningkatkan risiko kematian ibu, angka prematuritas, BBLR dan angka kematian bayi. Untuk mengenali kejadian anemia pada kehamilan, seorang ibu harus mengetahui gejala anemia pada ibu hamil, yaitu cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang, malaise, lidah luka, nafsu makan turun (anoreksia), konsentrasi hilang, napas pendek (pada anemia parah) dan keluhan mual muntah lebih hebat pada kehamilan muda.
B. Saran
1.
Pada pengambil kebijakan dibidang kesehatan,
perlu lebih dikembangkan lagi program KB, karena jumlah persalinan yang banyak
berdampak pada tingginya angka kejadian anemia pada ibu hamil,
2.
Pada pengelola program kesehatan khususnya
program ibu dan anak, perlu strategi
lain dalam merencanakan program penyuluhan kesehatan umumnya, khususnya tentang
pentingnya kesehatan reproduksi dan Gizi bagi ibu hamil.
DAFTAR PUSTAKA
Manuaba, Ida Bagus
Gede.1998, Ilmu Kebidanan, Penyakit
Kandungan & Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan, EGC, Jakarta.
Mochtar, Rustam.
1998, Sinopsis Obstetri, Jilid I, EGC
Jakarta.
Manuaba, I.B.G.1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan
Keluarga Berencana. Jakarta: EGC
Manuaba, I.B.G. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan Keluarga Berencana. Jakarta: EGC
Mochtar, R. 1998 . Sinopsis Obstetri. Edisi 2. Jakarta: EGC
Notobroto. 2003. Insiden Anemia. http://adln.lib.unair.ac.id. diperoleh 24 Februari, 2006.
Saifudin, A.B. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: YBP-SP
Winkyosastro, H. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBP-SP
Manuaba, I.B.G. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan Keluarga Berencana. Jakarta: EGC
Mochtar, R. 1998 . Sinopsis Obstetri. Edisi 2. Jakarta: EGC
Notobroto. 2003. Insiden Anemia. http://adln.lib.unair.ac.id. diperoleh 24 Februari, 2006.
Saifudin, A.B. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: YBP-SP
Winkyosastro, H. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBP-SP
Tidak ada komentar:
Posting Komentar