KATA PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan nikmat, rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas praktik klinik kebidanan ini yang
berjudul : “ Asuhan Kebidanan Pada By ‘T’ Umur 5 Hari Dengan Ikterus Neonatorum
Di Ruang Anggrek RSUD Jombang”.
Dalam penyusunan Asuhan Kebidanan
ini, tidal lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan
ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bpk.
dr. H. M. Zulfikar As’ad, MMR selaku dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Pesantren Tinggi Darul ‘Ulum Jombang,
2. Ibu
Hj. Sabrina Dwi Prihartini, SKM selaku kaprodi DIII Kebidanan FIK Universitas
Tinggi Darul ‘Ulum Jombang.
3. Ibu
Dian Puspita Y, M.kes. selaku pembimbing akademik DIII Kebidanan UNPDU Jombang.
4. Ibu
Tri Winarni, Amd.Kep selaku Kepala Ruangan Anggrek Di RSUD Jombang
5. Ibu
Miftakhul Janah, Amd.Kep, Selaku Pembimbing Ruangan Melati Di RSUD Jombang
6. Semua
pihak yang telah membantu dan mendukung kami baik secara langung maupun tidak.
Penulis
menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih banyak sekali kekurangan dan
keterbatasan. Oleh karena itu, penulis sangat mengahrap kritik dan saran guna
perbaikan laporan Asuhan Kebidanan ini.
Semoga
Asuhan Kebidanan ini dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya danpenulisnya
khususnya.
Jombang, 26 November
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan
bayi baru lahir kurang dari 1 bulan (neonatal) menjadi hal yang sangat
penting karena akan menentukan apakah generasi kita yang akan datang dalam
keadaan sehat dan berkualitas. Upaya untuk meningkatkan kesehatan maternal dan
neonatal menjadi sangat strategis bagi upaya pembangunan sumber daya manusia
yang berkualitas. Keberhasilan upaya tersebut dapat dilihat dari penurunan
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka
Kematian Bayi (AKB), khususnya angka kematian bayi baru lahir (neonatal).
Angka
kematian bayi merupakan indikator yang dapat digunakan untuk menilai tingkat
kesehatan masyarakat secara umum yang sekaligus memperlihatkan keadaan dan
sistem pelayanan kesehatan di masyarakat, karena dapat dipandang sebagai output
dari upaya peningkatan kesehatan secara keseluruhan. Penurunan AKB yang
berdampak langsung terhadap meningkatnya usia harapan hidup merupakan kredit
poin dalam menimbang keberhasilan pembangunan kesehatan.
Berdasarkan
penelitian WHO di seluruh dunia, AKI
sebesar 500.000 jiwa pertahun dan kematian bayi khususnya neonatus
sebesar 10.000.000 jiwa pertahun. Kematian
maternal dan bayi tersebut terjadi terutama di negara berkembang sebesar 99%.
Berdasarkan
Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002/ 2003, AKI di Indonesia
masih berada pada angka 307/ 100.000 kelahiran hidup atau setiap jam terdapat 2
orang ibu bersalin meninggal dunia karena berbagai sebab. AKB, khususnya angka
kematian bayi baru lahir (neonatal) masih berada pada kisaran 20/ 1000
kelahiran hidup.
AKB di Jawa
Barat disebabkan oleh penyebab langsung kematian bayi, yaitu : Asfiksia,
komplikasi pada bayi berat lahir rendah (BBLR), dan infeksi, sedangkan penyebab
tidak langsung mendasar yang mempengaruhi AKI dan AKB adalah faktor lingkungan,
faktor genetik dan pelayanan kesehatan.
Salah satu
komplikasi yang dapat terjadi pada bayi berat lahir rendah adalah ikterus
neonatorum. Gejala ini sangat umum terjadi
pada bayi baru lahir antara usia satu sampai tujuh hari. Bahkan ada sekitar 60%
pada bayi yang lahir cukup bulan dan 80% pada bayi yang lahir kurang bulan.
Ikterik
merupakan salah satu dari beberapa masalah yang sering timbul baik pada bayi
baru lahir maupun pada bayi. Peran bidan dan masyarakat atau ibu adalah bagian
penting dalam mengatasi masalah bayi, oleh karena bidan dan ibu harus dapat
melakukan penanganan dan mencari solusi untuk mengatasi masalah tersebut,
khususnya masalah neonatus dan bayi yang ikterus.
BAB II
LANDASAN TEORI
BBL DENGAN IKTERUS NEONATORUM
A. DEFINISI
Ikterus ialah suatu gejala yang perlu mendapat
perhatian sungguh-sungguh pada neonatus. Ikterus ialah suatu diskolorasi kuning
pada kulit konjungtiva dan mukosa akibat penumpukan bilirubin. Gejala ini seringkali
ditemukan terutama pada bayi kurang bulan atau yang menderita suatu penyakit
yang bersifat sismetik.
(Abdoerrachman, H, dkk.1981 Kegawatan pada anak.
Jakarta. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran. Universitas Indonesia)
B.
METABOLISME BILIRUBIN
1.
Produksi : Sumbernya ialah produk degradasi
hemoglobin, sebagian lain dari sumber lain.
2.
Tranportasi:
Bilirubin indirek dalam ikatannya dengan albumin diangkut ke hepar untuk diolah
oleh sel hepar. Pengolahan dipengaruhi oleh protein Y.
3.
Konjugasi : Dalam sel hepar bilirubin dikonjugasi
menjadi bilirubin direk dengan pengaruh enzim glukuronil transferase, bilirubin
direk diekskresi ke usus melalui duktus koledokus.
4.
Sirkulasi
Enterohepatik : Sebagian bilirubin
direk diserap kembali kehepar dalam bentuk bilirubin indirek yang bebas.
Penyerapan ini bertambah pada pemberian makanan yang lambat atau pada obstruksi
usus.
(Abdoerrachman, H, dkk.1981 Kegawatan pada anak.
Jakarta. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran. Universitas Indonesia)
C.
BILIRUBIN ADA DUA JENIS
1.
Bilirubin
Indirek
a.
Yang
belum dikonjugasi
b.
Larut
dalam lemak sehingga mudah melekat pada sel otak dalam keadaan bebas
c.
Ekstresi
pada janin melalui plasenta. Pada neonatus, dengan peoses konjugasi diubah
menjadi bilirubin direk
2.
Bilirubin
direk
a.
Larut
dalam air
b.
Ekstresi
melalui usus dan pada keadaan obstruksi melalui ginjal
Ikterus terjadi akibat penumpukan bilirubin karena :
1.
Produksi
yang berlebihan, misalnya pada proses hernolisis
2.
Gangguan
tranportasi, misalnya hipoalbuminemia pada bayi kurang bulan
3.
Gangguan
pengolahan oleh hepar
4.
Gangguan
fungsi hepar atau imaturitas hepar
5.
Gangguan
ekskresi atau obstruksi
(Abdoerrachman, H, dkk.1981 Kegawatan pada anak.
Jakarta. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran. Universitas Indonesia)
D.
HIPERBILIRUBINEMIA
a.
Suatu
penumpukan bilirubin indirek yang mencapai suatu kadar tertentu yang mempunyai
potensi menyebabkan kerusakan otot.
b.
Kadar
yang paling rendah yang dapat menyebabkan kerusakan otak belum diketahui dengan
pasti. Kejadian kernikterus pada umumnya terdapat pada kadar bilirubin lebih
dari 20 mg %.
c.
Kadar
bilirubin yang dapat disebut hiperbilirubinemia dapat berbeda-beda untuk setiap
tempat. Harus diientifikasi sendiri. Di RSCM jakarta kadar itu ialah bilirubin
indirek yang lebih dari 10 mg %.
Bahaya
Hiperbilirubinemia :
a.
Minimal : Kelainan Kognitif
b.
Berat : Kernikterus kematian
E.
Pendekatan
Untuk Mengetahui Penyebab Ikterus Pada Neonatus
Etiologi ikterus pada
neonatus kadang-kadang sangat sulit untuk ditegakkan. Seringkali faktor
etiologinya jarang berdiri sendiri. Untuk memudahkan maka dapat dipakai
pendekatan tertentu dan yang mudah dipakai ialah menurut saat terjadinya
ikterus :
I.
Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama
Penyebab ikterus yang
terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya kemungkinan dapat disusun sebagai berikut :
1.
Inkompatibilitas
darah Rh, ABO atau golongan lain
2.
Infeksi
intrauterin (oleh virus, toksoplasma, sifilis, dan kadang-kadang bakteria)
3.
Kadang-kadang
oleh defisiensi enzim G6PD
Pemeriksaan yang perlu
dilakukan ialah :
a.
Kadar
bilirubin serum berkala
b.
Darah
tepi lengkap
c.
Golongan
darah ibu dan bayi
d.
Tes
coombs
e.
Pemeriksaan
strining defiensi enzim G6PD,
biarkan darah atau biopsi hepar bila perlu
II. Ikterus
yang timbul 24-72 jam sesudah lahir. (Abdoerrachman, H, dkk.1981 Kegawatan pada anak.
Jakarta. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran. Universitas Indonesia)
1.
Biasanya
ikterus fisiologik
2.
Masih
ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh atau golongan lain. Hal ini
dapat diduga kalau peningkatan kadar bilirubin cepat, misalnya melebihi 5 mg %
per 24 jam
3.
Defiensi
enzim G6PD atau enzim eritrosit lain, juga masih mungkin.
4.
Polisitemia
5.
Hemolisis
perdarahan tertutup (perdarahan subapeneurosis, perdarahan hepar, subkapsula
dan lainnya).
6.
Hipoksia
7.
sfersitosis,
eliptositosis dan lain-lain
8.
dehidrasi-asidosis
Pemeriksaan yang perlu
dilakukan :
Bila keadaan bayi baik dan
peningkatan ikterus tidak cepat :
a.
Pemeriksaan
darah tepi
b.
Pemeriksaan
darah bilirubin berkala
c.
Pemeriksaan
skrining enzim G6PD
d.
Pemeriksaan
lain-lain dilakukan bila perlu
III.
Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai
akhir minggu pertama.
(Abdoerrachman, H, dkk.1981 Kegawatan pada anak. Jakarta. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran. Universitas Indonesia)
1.
Biasanya
karena infeksi (sepsis)
2.
Dehidrasi
dan asiolosis
3.
Defisiensi
enzim G6PD
4.
pengaruh
obat-obat
5.
Sindroma
Criggler-najjar
6.
Sindroma
Gilbert
IV. Ikterus
yang timbul pada akhir mingu pertama dan selanjutnya. (Abdoerrachman, H, dkk.1981 Kegawatan pada anak.
Jakarta. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran. Universitas Indonesia)
1.
Biasanya
karena ikterus obstruktif
2.
Hipotiroidisme
3.
“
Breast milk jaundice”
4.
Infeksi
5.
Hepatitis
neonatal
6.
Galaktosemia
7.
Lain-lain
Pemeriksaan laboratorium
yang perlu dilakukan :
a.
Pemeriksaan
bilirubin berkala
b.
Pemeriksaan
darah tepi
c.
Skrining
enzim G6PD
d.
Biarkan
darah, biopsi hepar bila ada indikasi
e.
Pemeriksaan
lain-lain yang berkaitan dengan kemungkinan penyebab
F.
PENATALAKSANAAN (Abdoerrachman, H, dkk.1981 Kegawatan pada anak.
Jakarta. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran. Universitas Indonesia)
1.
Ikterus
yang kemungkinan besar menjadi patologik ialah :
a.
Ikterus
yang terjadi pada 24 jam pertama
b.
Ikterus
dengan kadar bilirubin melebihi 10 mg % pada bayi cukup bulan dan 12,5 % pada
bayi kurang bulan
c.
Ikterus
dengan peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg % per hari
d.
Ikterus
yang sudah menetap sesudah 1 minggu pertama
e.
Kadar
bilirubin direk melebhi 1 mg %
f.
Ikterus
yang mempunyai hubungan dengan proses hemolitik, infeksi atau keadaan patalogik
lain yang telah diketahui
2.
Pencegahan
Ikterus
dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan :
a.
pengawasan
antenatal yang baik
b.
Menghindari
obat-obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi, pada masa kehamilan dan
kelahiran misalnya : Sulfafurazol, oksitosin dan lain-lain
c.
Pencegahan
dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus
d.
Penggunaan
fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus
e.
Iluminasi
yang baik bangsal bayi baru lahir
f.
Pemberian
makanan yang dini
g.
Pencegahan
infeksi
3.
Mengatasi
Hiperbilirubinemia
- mempercepat proses konjugasi, misalnya pemberian
fenobarbital. Fenobarbital dapat bekerja sebagai perangsang enzim sehingga
konjugasi dapat dipercepat. Pengobatan dengan cara ini tidak begitu
efektif dan membutuhkan waktu 48 jam baru terjadi penurunan bilirubin yang
berarti, mungkin lebih bermanfaat bila diberikan pada ibu ± 2 hari sebelum
kelahiran bayi.
- Memberikan substrat yang kurang untuk tranportasi
atau konjugasi. Contohnya ialah pemberian albumin untuk meningkatkan
bilirubin bebas. Albumin dapat diganti dengan plasma dengan dosis 30 ml/kg
BB. Pemberian glukosa perlu untuk konjugasi hepar sebagai sumber energi.
- Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi
ini ternyata setelah dicoba dengan alat-alat bantuan sendiri dapat
menurunkan kadar bilirubin dengan cepat. Walaupun demikian fototerapi
tidak dapat menggantikan tranfusi tukar pada proses hemolisis berat.
Fototerapi dapat digunakan untuk pra dan pasca tranfusi tukar alat
fototerapi dapat dibuat sendiri.
4.
Pengobatan
Umum
Pengobatan terhadap etiologi atau
faktor-faktor penyebab bagaimana mungkin dan perwatan yang baik. Hal-hal lain
perlu diperhatikan ialah : Pemberian makanan yang dini dengan cairan dan kalori
cukup dan iluminasi (penerangan) kamar dan bangsal bayi yang baik.
5.
Tindak
lanjut
Sebagai akibat hiperbilirubinemia perlu
dilakukan tindak lanjut sebagai berikut
ini :
a.
Evaluasi
berkala pertumbuhan dan perkembangan
b.
Evaluasi
berkala pendengaran
c.
Fisioterapi
dan rehabilitas bila terdapat gejala sisa
Alat yang digunakan
Lampu
Fluoresensi sebanyak 10 buah @20 watt dengan gelombang sekitar 425-475 nm.
Jarak antara sumber cahaya dan bayi sekitar 18 inci. Diantara sumber cahaya dan
bayi ditempatkan kaca pleksi 200-400 jam penyinaran, kemudian harus diganti.
Lampu Fluoresensi yang dapat dipakai ialah :
a.
“Cool
White”
b.
“day
Light”
c.
“Vita-Kite”
d.
“Blue”
e.
“Special
Blue”
Berdasarkan
pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan Hiperbilirubinemia diarahkan untuk
mencegah anemia dan membatasi efek dari Hiperbilirubinemia. Pengobatan
mempunyai tujuan :
1. Menghilangkan
Anemia
2. Menghilangkan
Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
3. Meningkatkan
Badan Serum Albumin
4. Menurunkan
Serum Bilirubin
Metode therapi pada
Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi Pengganti, Infus Albumin
dan Therapi Obat.
Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri
atau dikombinasi dengan Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin.
Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a boun of
fluorencent light bulbs or bulbs in the blue-light spectrum) akan menurunkan
Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara
memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika
cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua
isomer yang disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke
pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan
dengan Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu
dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi
oleh Hati (Avery dan Taeusch 1984). Hasil Fotodegradasi terbentuk ketika sinar
mengoksidasi Bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine.
Fototherapi mempunyai peranan dalam
pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan
dan Hemolisis dapat menyebabkan Anemia.
Secara umum Fototherapi harus
diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan
berat badan kurang dari 1000 gram harus di Fototherapi dengan konsentrasi
Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan
mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada
Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.
Tranfusi Pengganti
Transfusi Pengganti atau Imediat
diindikasikan adanya faktor-faktor :
1. Titer
anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
2. Penyakit
Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
3. Penyakit
Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.
4. Tes
Coombs Positif
5. Kadar
Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.
6. Serum
Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
7. Hemoglobin
kurang dari 12 gr / dl.
8. Bayi
dengan Hidrops saat lahir.
9. Bayi
pada resiko terjadi Kern Ikterus.
Transfusi
Pengganti digunakan untuk :
1. Mengatasi
Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan) terhadap sel darah merah
terhadap Antibodi Maternal.
2. Menghilangkan
sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan)
3. Menghilangkan
Serum Bilirubin
4. Meningkatkan
Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan dengan Bilirubin
Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan
transfusi darah golongan O segera (kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood.
Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B yang pendek. setiap
4 - 8 jam kadar Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari
sampai stabil.
Therapi Obat
Phenobarbital dapat menstimulasi
hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi Bilirubin dan
mengekresinya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa
hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan penobarbital pada
post natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi).
Colistrisin
dapat mengurangi Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga
menurunkan siklus Enterohepatika.
Berdasarkan
pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan Hiperbilirubinemia diarahkan untuk
mencegah anemia dan membatasi efek dari Hiperbilirubinemia. Pengobatan
mempunyai tujuan :
5. Menghilangkan
Anemia
6. Menghilangkan
Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
7. Meningkatkan
Badan Serum Albumin
8. Menurunkan
Serum Bilirubin
Derajat pada neonatus menurut KRAMER
Zona
|
Bagian tubuh yang kuning
|
Rata-rata serum indirek (umol / l)
|
1
2
3
4
5
|
Kepala dan leher
Pusat dan leher
Pusat dan paha
Lengan + tungkai
Tangan + kaki
|
100
150
200
250
>250
|
Tatalaksana ikterus pada neonatus sehat cukup bulan
berdasarkan bilirubin indirek (mg / dl)
Usia (jam)
|
Pertimbangkan terapi sinar
|
Terapi sinar
|
Tranfusi tukar bila terapi sinar intensif gagal
|
Tranfusi tukar dan terapi sinar intesif
|
<24
25-48
49-72
>72
|
…
>11,8
>15,3
>17
|
…
>15,3
>18,2
>20
|
…
>20
>25,3
>25,3
|
…
>25,3
>30
>30
|
G.
Batasan
– batasan
1. Ikterus
Fisiologis
Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis.
Ikterus fisiologis adalah Ikterus yang memiliki karakteristik sebagai
berikut (Hanifa, 1987):
·
Timbul pada hari kedua-ketiga
·
Kadar Biluirubin Indirek setelah 2 x 24
jam tidak melewati 15 mg% pada neonatus cukup bulan dan 10 mg % pada kurang
bulan.
·
Kecepatan peningkatan kadar Bilirubin
tak melebihi 5 mg % per hari
·
Kadar Bilirubin direk kurang dari 1 mg %
·
Ikterus hilang pada 10 hari pertama
·
Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan
keadan patologis tertentu
2. Ikterus
Patologis/Hiperbilirubinemia
Adalah suatu keadaan dimana kadar Bilirubin dalam
darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern
Ikterus bila tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan
keadaan yang patologis. Brown menetapkan Hiperbilirubinemia bila kadar Bilirubin mencapai 12 mg% pada
cukup bulan, dan 15 mg % pada bayi kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan
15 mg%.
3. Kern
Ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan
Bilirubin Indirek pada otak terutama pada Korpus Striatum, Talamus,
Nukleus Subtalamus, Hipokampus, Nukleus
merah , dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV.
H.
Patofisiologi
Hiperbilirubinemia
Peningkatan
kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan . Kejadian yang
sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel
Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan
penghancuran Eritrosit, Polisitemia.
Gangguan pemecahan Bilirubin plasma
juga dapat menimbulkan peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi
apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi Hipoksia, Asidosis.
Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila
ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami gangguan
ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu Bilirubin ini
akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan
pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut
dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak
apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi
pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf
pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih
dari 20 mg/dl.
Mudah tidaknya kadar Bilirubin
melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan
neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar darah otak
apabila bayi terdapat keadaan Berat
Badan Lahir Rendah , Hipoksia, dan Hipoglikemia ( AH, Markum,1991).
I.
Etiologi
- Peningkatan
produksi :
·
Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas
yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian
golongan darah ibu dan anak pada penggolongan Rhesus dan ABO.
·
Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
·
Ikatan Bilirubin dengan protein
terganggu seperti gangguan metabolik
yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
·
Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat
Dehidrogenase.
·
Ikterus ASI yang disebabkan oleh
dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta) , diol (steroid).
·
Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin Indirek meningkat misalnya pada berat lahir rendah.
·
Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan
Dubin Hiperbilirubinemia.
- Gangguan
transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada Hipoalbuminemia atau
karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine.
- Gangguan
fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksion yang dapat langsung merusak
sel hati dan darah merah seperti
Infeksi , Toksoplasmosis, Siphilis.
- Gangguan
ekskresi yang terjadi intra atau
ekstra Hepatik. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus
Obstruktif
BAB III
ASUHAN KEBIDANAN
PADA BAYI BARU
LAHIR DENGAN IKTERUS NEONATORUM TERHADAP BAYI Ny. “T” DI RUANG ANGGREK RSUD
JOMBANG
I.
SUBYEKTIF
Tanggal
Masuk : 16-11-2012
Tanggal
Pengkajian : 21-11-2012
No.
Rekam Medik : 14-94-63
A.
Identitas
Nama
bayi : Bayi Ny. T
Jenis
Kelamin : Perempuan
Tanggal
lahir : 16-11-2012
Jam : 13.55 WIB
Anak
ke : Satu
Alamat : Sumberjo-plandaan
Nama
Ibu : Ny. T
Umur : 35 tahun
Pendidikan : SMP
Agama : Islam
Pekerjaan : TANI
Alamat :Sumberjo plandaan
|
Nama
Ayah : Tn S.
Umur : 30 tahun
Pendidikan : SMP
Agama : Islam
Pekerjaan : TANI
Alamat :Sumberjo-plandaan
|
B.
Keluhan
utama
Bayi
umur 5 hari nampak kekuningan di seluruh tubuh facces lendir dan perut
distendet.
C. Riwayat Persalinan Sekarang
1.
Persalinan spontan
pervaginam tanggal 16-11-2012 pukul
13.55 WIB. Jenis kelamin perempuan umur kehamilan 38-39 minggu obat yang di
berikan selama persalinan piton
2.
Riwayat Post Partum
a. Keadaan
umum ibu baik
b. TFU
2 jari dibawah pusat
c. Lochea
: ada, rubra
d.Lactasi
: ASI keluar sedikit
D. Riwayat penyakit keluarga
Ibu menggatakan bahwa di keluarganya
tidak ada yang menderita DM, asma, hipertensi dan TBC
E. Riwayat neonatal
1. Pre
Natal
Ibu klien menggatakan bahwa ini anak
pertamanya, ibu ANC 9x ke bidan dan waktu mual dan muntah pada trimester
pertama diberi tablet fe dan vitamin, ibu tidak menderita penyakit apapun, ibu
tidak pernah minum jamudan pijat selama hamil dan mendapat suntikan TT 2x
2. Riwayat
Natal
Ibu melahirkan bayi dengan umur
kehamilan 38-39 minggu secara normal/spontan BBL : 2740 gram PBL : 49 cm FO : 32 cm A-S : 3-4
3. Riwayat
Natal
Setelah bayi lahir dilakukan VTP,
keadaan umum jelek dipasang ET, syanosis, sesak, terpasang ventilator
F.
Riwayat
psikologi
Kelahiran ini sanggat di harapkan
keluarga dan sekarang keluarga sanggat mengahawatirkan keadaan bayinya.
G. Kebutuhan dasar
1.
Pola nutrisi
ASI :
2,5 cc per 2-3 jam
2.
Pola eliminasi
BAB : ya
, konsistensi lendir warna kuning
BAK :
ya, warna Kuning
3.
Pola aktivitas
Gerak
bayi lemah
II.
Obyektif
a. Pemerisaan
umum
Keadaan
umum : lemah
Kesadaran : composmentis
BBL : 2740 gram BBM : 2740 gram
PB : 49 cm
HR : 167 x/mmenit
Suhu : 36 0
Lingkar
kepala : MO = 34 cm
FO =
32 cm
SOB =
32 cm
LD : 34 cm
Lingkar
abdomen : 29 cm
b. Pemeriksaan
fisik
1.
Inspeksi
a. Kepala
: Simetris, tumbuh rambut berwarna hitam dan tipis, bersih, tidak ada kelainan.
b. Muka
: Simetris, kulit berwarna merah, terdapat lanugo.
c. Mata
: Simetris, conjungtiva berwarna merah muda, sclera kuning, trdapat secret
mata.
d. Telinga
: Simetris, tidak ada serumen.
e. Hidung
: Simetris, ada pernapasan cuping hidung, terpasang ET dan ventilator, tidak
ada secret.
f. Mulut
: Simetris, tidak terdapat labiopalatoskizis, terpasang ventilator mode sim v
bibir kering.
g. Dada
: Simetris, puting susu menonjol, areola terbentuk baik, retraksi dada normal.
h. Tali
pusat : Bersih, tali pusat agak kering, terpasang infus umbilicalis.
i. Punggung
: Simetris, tidak ada spina bifida, terdapat bercak kecil berambut.
j. Ekstrimitas
: atas = tidak edem, akral hanggat, Simetris, tidak ada kelainan jumlah jari-jari
tangan
Bawah
= akral hangat, edema, kaki kiri terpasang infus kaki kanan terpasang saturasi
oksigen
k. Genetalia
: Bersih, labia mayor menutupi labia minor.
l. Anus
: Berlubang dan mengeluarkan meconium.
2.
Palpasi
a. Kepala
: Tidak ada oedem, tidak ada kelainan seperti : cephal hematoma, caput
succadeneum, anencephalus, hidrosephalus.
b. Ubun-ubun
: Cembung.
c. Leher
: Tidak oedem, tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan vena jugularis.
d. Abdomen
: tidak ada massa, supel
e. Mgenetalia
:labia mayora menutupi labia minora
f. Anus
: mteraba lubang
g. Ekstremitas
: akral hanggat, odem pada kaki kanan kiri
3.
Auskultasi
Dada : denyut jantung 167 x/menit Bunyi
nafas normal, tidak ada wheezing ataupun ronchi, dan tidak ada bunyi mur-mur.
4.
Perkusi
Perut : tidak kembung
Reflek
Reflek moro : (- ) hal ini terbukti ketika kita menepuk
tangan maka bayi tidak kaget
Reflek rooting : (-) ketika menyentuh pipi bayi, bayi tidak menoleh
ke arah rangsangan
Reflek sucking : (-) karena bayi tidak minum asi langsung ke ibunya tapi dengan
sendok.
Reflek tonick
neck : (-) negative, terbukti karena bayi terpasang
ET dan ventilator, bayi tidak mengangkat kepalanya
Reflek graf : (+) terbukti ketika kita menyentuh telapak
tangan bayi, maka bayi menggenggam tangan kita
c. Terapi
- Termoreglasi
- O2
ET + ventilator mode sim V
- Infus
D10 0,18 % 200 cc
- Aminofusin
paed (2) 110 cc
- Ca
gmlukomnas 10 % 10 cc
- Lipid
30 cc
- Inj
ampralin 2x150 mg
- Asi
per sonde 8x2,5 / 12x2,5 = 30 cc
- Excange
tranfusion 500 cc tiap 100 cc, ca glukonas 1cc (besok)
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan
|
Hasil
|
Nilai normal
|
Kimia klinik
Bilirubin T
Bilirubin D
SGOT
SGPT
|
34,41
11,95
61
43
|
0,3-1,0 mg/dl
< 0,25 mg/dl
< 38 mg / dl
< 40 mg / dl
|
Gol Darah : B
Rh :+
III. Analisa data
Diagnosa
: Bayi Ny “T” umur 5 hari dengan ikterus
neonatorum
DS :
ibu menggatakan melahirkan bayinya dengan umur kehamilan 39 minggu tanggal :
16-11-2012 jam 13.55 WIB nampak kekuningan.
Do : Keadaan umum : lemah
Kesadaran : composmentis
BBL : 2740 gram BBM : 2740 gram
PB : 49 cm
HR : 167 x/mmenit
Suhu : 36 0
Lingkar
kepala : MO = 34 cm
FO = 32 cm
SOB = 32 cm
LD : 34 cm
Lingkar
abdomen : 29 cm
Warna
kulit :
kuning
Reflek
: Reflek moro : (- )
Reflek rooting : (-)
Reflek sucking : (-)
Reflek tonick neck : (-)
Reflek graf : (+)
Masalah
:
-
Penurunan kadar bilirubin
Dasar : terdapat warna kuning pada seluruh tubuh
dari hasil pemeriksaan leb kadar bilirubinya meningkat, bilirubin T :
34,41 bilirubin D = 11,95
-
Perawatan tali pusat
Dasar : tali pusat muelai mengering dan terpasang
infus umbilicalis
Kebutuhan
:
-
Pemenuhan nutrisi yang adekuat (ASI)
-
Termoregulator
-
Penyinaran ( fototerapi) 1x24 jam
-
Exchange tranfusion
IV. Penatalaksanaan
Tanggal
21-11-2012
Jam
20.00
Jam
20.30
24.00
02.00
05.00
|
1.
Mencuci tangan sebelum dan
sesudah melakukan tindakan, dilakuakan oleh petugas kesehatan
2.
Melakukan perawatan bayi seperti
menyeka, menganti alas kain, mengganti selimut, mengganti popok, dilakukan
oleh petugas kesehatan, bayi terlihat nyaman.
3.
Melakukan observasi TTV setiap 4
jam
Jam
20.00 = suhu : 36,9 0c HR : 149 x/mnt BAB/BAK +/+, section lendir
kental, di puasakan retensi, foto terapi.
Jam
24.00 = suhu : 37 0 c HR : 168x/mnt petike
Jam 05.00 = suhu : 390c HR:
188x/menit foto terapi di matikan, section, ikterus, retraksi 2cc keruh
4.
Melakukan retensi dengan hasil 5
cc lendir keruh bayi di puasakan, di lakukan oleh petugas kesehatan.
5.
Melakukan section dengan lendir
kental, ilakukan oleh petugas kesehatan.
6.
ET terektubasi, melakukan
intubasi ulang, spo2 95 % HR 162 x/menit retensi 3 cc warna coklat
7.
Melakukan injeksi meronam 75 mg
secara IV dilakukan oleh petugas kesehatan.
8.
Melakukan perawatan bayi seperti
menganti popok, menganti selimut dan mengganti alas, dilakukan oleh petugas
kesehatan. Bayi nyaman
9.
Melakukan retensi dengan hasil
2cc
|
CATATAN PERKEMBANGAN
Tanggal
22-11-2012 pukul 08.00 WIB
S : -
O : Tanda-tanda
vital
RR : 45 x/menit BB :
2860 gram
Suhu : 38,60 C PB : 49 cm
Nadi : 168 x/menit
Keadaan umum : jelek
Sesak : +
Terpasang ventilator dengan mode sim
V dg FIO2 50% PIP 14 Fr
40 1:E = 1:2
Odem :+
leb albumin menurun = 3,88
A : By
“ T” umur 6 hari dengan ikterus neonatorum
P :
-
Perawatan bayi
-
Observasi TTV
-
Observasi retensi + section
-
Terapi = infus D10 0,18% 250cc
Aminofusin
125cc
Meronem
3x 75 mg
Albumin
25cc pre lasix 2 mg
-
Excheng tranfusion 500 cc tiap 100 cc ca
glukonas 1cc
Tanggal
23-11-2012 jam : 20.00
S : -
O : Keadaan
umum : jelek
Tanda-tanda vital :
BB : 3100 gram PB : 49 cm
Suhu : 36,60 C Nadi : 136 x/menit
Sesak : +
Terpasang
ET ventilator mode sim V dengan Fio2 55 % PIP 14 Fr 40 I:E=1: 2
Cyanosis : -
A : By
“T” umur 7 hari dengan ikterus neonatorum
P :
-
Perawatan bayi
-
Observasi TTV
-
Observasi retensi
-
Terapi :
1. Infus
D10 0,18% 250 cc
2. Aminofusin
100 cc
3. Meronem
3x75 mg
4. Tranfusi
albumin 25cc lasix 2 mg
5. Mfoto
terapi 1x24 jam
BAB IV
PENUTUP
Asuhan kkebidanan pada
hiperbilirubinemia merupakan penatalaksanaan yang memerlukan perhatian khusus
sesuai dengan prosedur yang berlaku, apabila penangannya tidak tepat akan
menimbulkan keadaan yang lebih parah, yang dapat menimbulkan kecacatan.
Prinsip penanganan pada bayi
hiperbilirubinemia dilakukan dengan mempercepat konjugasi, mempermudah
konjugasi, melakukan dekompensasi bilirubin, mengeluarkan bilirubin dengan
transfusi tukar. Sebagai bidan dalam memberikan asuhan kebidanan untuk
mengatasi akibat dari prosedur di atas yang dialami oleh klien.
Klien Ny. T yang dirawat di ruang Anggrek . RSUD .
JOMBANG dengan mendapatkan fototerapi
mengalami beberapa masalah dan memerlukan kerja sama yang baik dari tim
kesehatan dengan keikutsertakan keluarga untuk mengatasi masalah tersebut
dengan harapan mempercepat proses penyembuhan.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Rachman.
M & Dardjat, M. T. 1987. Buku saku
Segi-segi Praktris Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. Kelompok minat Penulisan
ilmiah Kedokteran Fakultas Kedokteran Salemba.
2.
Abdoerrachman,
H, dkk. 1981. Kegawatan Pada Anak.
Jakarta. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas kedokteran. Universitas Indonesia.
3.
Mansjoer,
Arif M. 2005. Kapita Selekta Kedokteran jilid
2. Jakarta. Media Aesculapius.
ASUHAN KEBIDANAN
PADA BAYI BARU
LAHIR DENGAN IKTERUS NEONATORUM TERHADAP BAYI Ny. “T” DI RUANG ANGGREK RSUD
JOMBANG
Disusun Oleh :
NOVI KHOIROTUN NISAK
7210043
PRODI D III KEBIDANAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM
JOMBANG
2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar